Sinyalemen keterlibatan oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G mulai terang. Bahkan, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/10), mengarah kepada seorang pimpinan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) pun diminta mendalami hal ini sehingga tidak ada satu pihak pun yang lolos dari hukum. Menurut pakar hukum pidana Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, pengusutannya justru kian mudah lantaran sebelumnya menetapkan Sadikin Rusli, yang disebut sebagai penghubung oknum BPK dalam menerima aliran uang Rp40 miliar, sebagai tersangka dan telah ditahan.
"Ya, [pengusutan] akan mudah. Makanya, perlu diuraikan seterang-terangnya siapa yang terlibat di dalamnya karena ini, kan, termasuk kejahatan yang terorganisir," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/10).
Diketahui, adanya keterlibatan oknum BPK dalam kasus BTS kali pertama dibongkar terdakwa yang juga Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, dalam persidangan pada 26 September 2023. Saat bersaksi, ia menyampaikan, menyerahkan uang Rp40 miliar kepada perwakilan BPK, Sadikin, sesuai arahan terdakwa sekaligus Direktur Utama BAKTI Kominfo kala itu, Anang Achmad Latif.
Sementara itu, merujuk persidangan pada 23 Oktober, oknum BPK yang terlibat berinisial AQ dan disebut-sebut sebagai Achsanul Qosasi. Ini didalami jaksa melalui terdakwa sekaligus Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, saat diperiksa sebagai terdakwa.
Mulanya, jaksa menyinggung percakapan proyek Palapa Ring dalam grup WhatsApp yang beranggotakan Irwan; terdakwa yang juga Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak, dan Anang Achmad Latif. Setelahnya, jaksa mendalaminya kepada Galumbang.
Menurut Yusdianto, oknum BPK tersebut melakukan menyalahgunakan kewenangannya. Sebab, memanfaatkan jabatan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi.
Ia pun meminta Kejagung melakukan pendalaman secara komprehensif. Selain itu, menyiapkan dakwaan dengan hukuman berat mengingat kejahatan dalam kasus BTS dilakukan secara terorganisasi.
"Tidak boleh dibiarkan bebas dari hukuman atau tuntutan. Saya kira, itu untuk menegasikan bahwa sebagai pengawas, [BPK] tidak boleh menyalahgunakan kewenangan yang mereka miliki untuk kepentingan seseorang, kelompok, ataupun kepentingan pribadinya," tuturnya.
"Ini terkait dengan kejahatan yang dilakukan bersama-sama. Artinya, kan, ada sebuah kongkalikong, tipu muslihat yang dilakukan secara bersama-sama. Dan tentu ini enggak boleh dibiarkan. Tentu harus dijadikan pelajaran [dengan memberikan hukuman] yang seberat-beratnya kepada semua pihak yang turut serta mem-back up, membekingi, kemudian turut serta mengamankan," tandas Yusdianto.